LOMBOK — Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal menegaskan ambisinya menjadikan Lombok dan sekitarnya sebagai provinsi hijau pada tahun 2050. Pernyataan itu ia sampaikan saat membuka International Conference on Advanced Technologies in Energy and Informatics (ICATEI) 2025 yang digelar Institut Teknologi PLN (ITPLN) di Hotel Merumatta, Lombok.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Institut Teknologi PLN dan PLN yang sudah menginisiasi kegiatan ini. Insya Allah kegiatan ini sangat timely dan sangat saya apresiasi, karena tema yang diangkat sangat mendesak dan penting bagi NTB ke depan,” ujar Iqbal di lokasi, Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurutnya, konferensi ini sebagai momentum penting mempercepat transisi energi bersih di NTB. Konferensi internasional yang diikuti peserta dari 15 negara itu menjadi ajang berbagi gagasan antara akademisi, industri, dan pemerintah mengenai masa depan energi terbarukan.
“Sejak saya menjadi gubernur, saya juga menyebut diri sebagai CPO, bukan crude palm oil, tapi chief promotion officer. Saya adalah salesperson NTB,” katanya yang disambut tawa hadirin.
Namun di balik gaya santainya, Iqbal menekankan urgensi pengembangan energi bersih di NTB. Ia mengungkapkan, pertumbuhan permintaan energi di wilayahnya mencapai 11 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 7 persen. Kebutuhan listrik NTB kini sekitar 400 megawatt, sementara Bali mencapai 1,1 gigawatt.
“Kalau kita proyeksikan lima tahun ke depan, gabungan Bali dan Lombok bisa menembus dua gigawatt. Karena itu, kita tidak boleh lagi melihat Bali, Lombok, dan Sumbawa sebagai ekosistem terpisah. Ketiganya harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem permintaan dan pasokan energi,” tutur Iqbal.
Menurutnya, investasi energi di Lombok dan Sumbawa akan lebih strategis dibanding Bali yang menghadapi keterbatasan harga dan lahan. “Logikanya ke depan, investasi energi dilakukan di Lombok dan Sumbawa, lalu kita suplai energi ke Bali. Saya akan terus meyakinkan pemerintah pusat untuk melihat tiga pulau ini sebagai satu ekosistem energi,” ungkapnya.
Iqbal juga menyoroti potensi besar energi terbarukan di NTB. Provinsi ini, katanya, memiliki 77 bendungan—terbanyak di Indonesia—yang dapat menjadi basis pengembangan energi ramah lingkungan. “Tak ada provinsi lain yang punya sebanyak itu. Jika 20 persen dari setiap bendungan dimanfaatkan untuk energi terbarukan, bisa dibayangkan betapa besar potensinya—tanpa perlu pembebasan lahan,” katanya.
Ia menjelaskan, pemanfaatan area perairan di bendungan untuk pembangkit listrik mikrohidro, panel surya, dan turbin angin menjadi strategi yang realistis dan berkelanjutan. “Sekarang kami fokus pada peningkatan kapasitas mikrohidro. Tapi ke depan, area yang sama bisa dimanfaatkan untuk wind farming dan panel surya,” ucapnya.
Selain itu, sekitar 400 pulau kecil di sekitar Lombok dan Sumbawa juga dinilai berpotensi dikembangkan sebagai pusat energi terbarukan. “Bayangkan, jika satu pulau didedikasikan untuk tenaga angin dan yang lain untuk tenaga surya, berapa banyak energi yang bisa kita hasilkan,” tuturnya.
Iqbal menegaskan arah kebijakan energi NTB akan terus berfokus pada pengembangan energi terbarukan dan efisiensi sumber daya alam. Ia berharap, tahun depan NTB dapat menggelar konferensi khusus membahas potensi energi hijau bersama PLN, pemerintah pusat, investor, peneliti, dan akademisi.
“Kami ingin duduk bersama—pemerintah, investor, peneliti, dan tentu PLN—untuk membicarakan masa depan energi hijau NTB. Ini saatnya membangun ekosistem energi terbarukan yang menyatukan sisi permintaan dan pasokan. Energi bersih adalah masa depan kita. NTB punya potensi besar—dan ICATEI ini adalah langkah konkret untuk mewujudkannya,” katanya.
ICATEI 2025 sukses digelar ITPLN di Lombok, pada 22–23 Oktober 2025. Konferensi ini menjadi ajang strategis mempercepat kolaborasi riset dan inovasi di bidang energi hijau serta digitalisasi, diikuti 116 makalah terpilih dari 272 paper yang dikirim peneliti dari 15 negara.
Rektor ITPLN, Prof Iwa Garniwa, menyebut forum internasional ini sebagai langkah nyata memperkuat kontribusi akademisi terhadap pengembangan teknologi berkelanjutan di Indonesia. “Kami berharap ICATEI 2025 menjadi wadah kolaborasi lintas disiplin antara akademisi dan industri. ITPLN berkomitmen mendorong inovasi yang mampu menjaga masa depan energi dan informatik di Indonesia,” katanya.***