Sambut Era Society 5.0, ITPLN Siap Jawab Tantangan Green Manufacturing

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

JAKARTA — Institut Teknologi PLN (ITPLN) menyatakan kesiapan untuk menghadapi tantangan revolusi Industri 5.0 yang menempatkan manusia dan teknologi sebagai mitra. Dunia pendidikan teknik industri pun ditantang untuk tidak sekadar mengejar perkembangan teknologi, tetapi juga memimpin arah perubahan ke depan.

Hal itu disampaikan Rektor ITPLN, Prof. Iwa Garniwa saat membuka Industrial Engineering Seminar (IES) 2025 yang dibacakan oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Syamsir Abduh.

“Industri 5.0 bukan hanya kelanjutan revolusi industri, melainkan revolusi nilai. Kita melihat pergeseran dari efisiensi menuju empati, dari produksi massal ke personalisasi, serta dari pertumbuhan ekonomi ke keberlanjutan sosial dan lingkungan,” ujar Syamsir di kampus ITPLN, Senin, 7 Juli 2025.

Menurutnya, sebagai disiplin lintas-bidang, teknik industri kini memikul peran strategis untuk merancang sistem kerja yang memadukan kecerdasan mesin dengan nurani manusia. Tantangan yang dihadapi meliputi integrasi manusia-mesin, penerapan green manufacturing, serta pengambilan keputusan berbasis data secara presisi.

Isu keberlanjutan juga menjadi sorotan. Dalam hal ini, ITPLN mengingatkan pentingnya industri menerapkan prinsip produksi ramah lingkungan, life cycle analysis, serta sistem kerja yang bertanggung jawab secara sosial.

“Permintaan pasar semakin personal, spesifik, dan cepat berubah. Kita harus beralih dari mass production ke mass customization dengan dukungan AI, IoT, dan data real-time,” tuturnya.

Prof. Syamsir juga menggarisbawahi bahwa dunia akademik harus sigap merespons perubahan ini. Ia menawarkan beberapa langkah strategis, mulai dari revitalisasi kurikulum teknik industri berbasis digitalisasi dan keberlanjutan, penguatan riset transdisipliner, hingga kolaborasi erat antara kampus dan industri dalam proyek inovasi.

“Industri 5.0 adalah panggilan untuk transformasi dengan nurani. Bukan hanya canggih secara teknologi, tapi juga luhur dalam nilai. Kita tidak boleh sekadar menjadi konsumen teknologi, melainkan kontributor inovasi,” kata Syamsir, mewakili Rektor ITPLN.

Salah satu narasumber, Ketua Badan Kejuruan Teknik Industri (BKTI) Persatuan Insinyur Indonesia, Ir. Wiza Hidayat mengatakan, perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tak lagi sekadar meniru cara manusia berpikir. Ke depan, teknologi ini diperkirakan mampu meniru hingga ke sisi emosional manusia.

“Kalau prostesis itu meniru jasmani manusia, AI ini sedang berupaya meniru akal manusia. Pertanyaannya nanti, apakah AI bisa memiliki hati? Itu yang sedang kita hadapi,” kata Wiza.

Wiza menjelaskan, AI adalah kemampuan sebuah mesin untuk belajar dan berpikir tanpa henti, berbeda dengan manusia yang memiliki batasan fisik dan mental. Mesin diprogram untuk terus belajar dari pengalaman data sebelumnya, lalu menganalisis, mengambil keputusan, dan bertindak.

Namun, ia menyoroti adanya tiga tantangan besar yang harus diantisipasi, khususnya di dunia pendidikan. Pertama, munculnya kemunduran daya kritis di kalangan mahasiswa karena terlalu bergantung pada mesin. Kedua, bias dalam penilaian otomatis akibat kualitas data yang buruk. Ketiga, ketergantungan berlebihan terhadap teknologi yang dapat memicu plagiarisme akademik.

“Kita boleh mencari informasi dari AI, tapi jangan asal ambil tanpa memahami konsepnya. Pendidikan tetap harus menjunjung integritas keilmuan,” kata Wiza, di hadapan peserta seminar.

Dalam seminar bertema “Opportunities and Challenges of Industrial Engineering in Realizing Industrial Society 5.0”, Wiza juga memaparkan evolusi industri dari era 1.0 hingga 5.0. Jika di era 4.0 industri didominasi digital manufacturing, Society 5.0 justru mendorong kolaborasi manusia dan mesin secara berdampingan.

Menurutnya, berbagai teknologi seperti big data untuk layanan kesehatan, drone, virtual reality untuk perancangan produk, hingga smart manufacturing sudah menjadi realitas. Salah satu contoh smart factory terbaik saat ini adalah milik Schneider Electric, yang menurut Wiza layak dikunjungi oleh mahasiswa teknik industri.

“Schneider sudah ditetapkan sebagai smart factory kelas dunia. Industri seperti inilah yang akan banyak bermunculan di era Society 5.0,” imbuhnya.

Seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Industri ITPLN ini turut menghadirkan Prof. Isti Surjandari, Guru Besar Teknik Industri Universitas Indonesia, dan dimoderatori oleh Ir. Victor Assani Desiawan. Kegiatan ini berlangsung secara luring di Kampus ITPLN dan daring melalui Zoom.***

 

Author: Humas