JAKARTA – Rektor Institut Teknologi PLN (ITPLN), Prof. Iwa Garniwa, menegaskan tidak ada tradisi perpeloncoan maupun orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek) yang berbau kekerasan di lingkungan kampus tersebut.
Ia menyebut program pengenalan mahasiswa baru bernama Karisma hanya menjadi pintu masuk menuju dunia pendidikan tinggi dan kemahasiswaan.
“Saya ingatkan bahwa di ITPLN ini tidak ada yang istilahnya perpeloncoan. Tidak ada. Ospek pun tidak ada. Karisma ini adalah gerbang saudara masuk ke dunia pendidikan, dunia universitas, dunia kemahsiswaan,” ujar Prof. Iwa Garniwa saat Pembukaan Pekan Orientasi Mahasiswa Baru ITPLN 2025 — KARISMA “ARCANA”, Senin, 8 September 2025.
Tahun ini, ungkapnya, ITPLN turut berbangga karena ada sebanyak 109 mahasiswa baru ITPLN sudah mendapatkan tiket langsung dari PLN untuk menjadi pegawai setelah lulus nanti melalui program Ikatan Kerja.
Menurutnya, kesempatan itu terbuka lebar bagi mahasiswa reguler lainnya. Empat tahun ke depan, ada lebih dari 100 mahasiswa terbaik ITPLN yang diproyeksikan mendapat peluang serupa. “Jadi saudara ditantang untuk memperebutkan lebih dari 100 posisi,” tegasnya.
Di sisi akademik, ITPLN mengandalkan metode pembelajaran khas yang disebut strategi 4-4-2. Iwa menjelaskan, 40 persen porsi perkuliahan berfokus pada teori, 40 persen studi kasus berbasis proyek, serta 20 persen kuliah tamu dari praktisi industri dan dosen mitra luar negeri.
“Formulasi ini membuat lulusan ITPLN bukan sekadar siap dilatih, tapi langsung siap kerja. Banyak pegawai PLN bergelar doktor yang juga mengajar di kampus kita,” ucap Iwa.
Ia menekankan, perjalanan mahasiswa di ITPLN mungkin tak mudah. Namun, dengan dukungan penuh para dosen akademisi dan praktisi, ditambah sistem whistleblowing untuk menyampaikan keluhan, Iwa optimistis mahasiswa dapat menuntaskan studi dengan baik. Informasi kegiatan kemahasiswaan ITPLN bisa diakses melalui laman www.itpln.ac.id
“Kalau saudara rajin dan berdoa, insya Allah semuanya dimudahkan,” kata Iwa.
Di lokasi yang sama, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Dr. Henri Togar Hasiholan Tambunan, mengingatkan pentingnya menciptakan lingkungan kampus yang aman, sehat, dan nyaman bagi mahasiswa. Ia juga menekankan agar setiap kampus meminimalisir budaya kekerasan.
Menurut, angka kekerasan di perguruan tinggi kerap seperti fenomena gunung es karena korban memilih diam.
“Kasus kekerasan yang dilaporkan itu lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya. Banyak korban enggan melapor karena takut atau tidak tahu harus ke mana. Ada kampus yang bahkan belum memiliki kanal atau unit khusus untuk menanganinya,” kata Henri.
Menurut Henri, kondisi tersebut bisa mengganggu iklim belajar dan prestasi mahasiswa. Ia mendorong setiap perguruan tinggi membentuk satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan agar mahasiswa merasa terlindungi. Henri juga mengingatkan mahasiswa untuk menjaga keharmonisan kehidupan kampus.
“Kalian datang ke sini untuk mencari teman, bukan mencari musuh. Belajarlah dengan aman dan nyaman. Jangan sampai tindakan kekerasan merusak tujuan utama kalian menuntut ilmu,” ujarnya.
Ia menekankan, perguruan tinggi di abad ke-21 harus menjadi ruang belajar yang sehat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional dan sosial. “Harus ada keseimbangan tubuh, pikiran, dan emosi warga kampus untuk bisa mengukir prestasi,” tutur Henri.
Henri menutup dengan pesan motivasi kepada mahasiswa. “Siapa tahu nanti ada yang menjadi rektor, direktur, atau pemimpin besar di masa depan. Karena itu, perbanyak teman, jangan cari lawan,” katanya.***