Optimalkan Dedieselisasi, ITPLN Susun Standarisasi Pembangkit Hybrid VRE untuk PLN

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

BOGOR – Lembaga Terapan (Lemtera) Institut Teknologi PLN (ITPLN) berhasil menyusun Buku Panduan Optimasi Enjiniiring Desain untuk standardisasi pembangkit EBT jenis Variable Renewable Energy (VRE), yang merupakan penugasan dari Divisi Manajemen Aset, Enjiniring dan Sistem Manajemen (DIV MES). Pembangkit Hybrid VRE (PLTB , PLTS dan BESS) dengan PLTD ini dinilai menjadi solusi dalam optimalisasi dedieselisasi.

Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evi Haryadi menegaskan, pemanfaatan energi surya dan angin sangat memungkinkan bisa menekan biaya operasi sistem kelistrikan, terutama di wilayah yang masih bergantung pada pembangkit diesel.

“Kalau kita melihat ini di wilayah-wilayah yang masih menggunakan diesel ya, BPP (biaya pokok produksi) kita sekitar 24-30 cent harganya. Nah sehingga pemanfaatan hybrid, pembangkit hybrid dengan menggunakan VRE ini mempunyai peluang untuk kita menurunkan BPP Sistem,” ujar Haryadi saat Diseminasi Kajian Optimasi Enjiniring Desain untuk Standardisasi Pembangkit EBT Jenis VRE di Bogor, Rabu, 26 November 2025.

Terlebih, ungkapnya, dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, Indonesia menargetkan tambahan kapasitas Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 42,6 gigawatt (GW). Dari jumlah itu, tenaga surya diproyeksikan menyumbang 17,1 GW dan angin 7,2 GW.

Namun perjalanan menuju target tersebut tidak mulus. Sifat intermittent energi angin dan surya, ditambah minimnya infrastruktur kelistrikan di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T), menjadi hambatan utama yang memerlukan mitigasi untuk mengatasi masalah tersebut.

Penurunan BPP dari Pembangkit Hybrid VRE juga akan terlihat secara sistem pada Sistem Besar seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Karena pemanfaatan Pembangkit Hybrid VRE ini akan menurunkan porsi operasi pembangkit gas yang lebih mahal. Jika harga gas, lanjutnya, rata-rata bisa mencapai 9 sampai 10 sen. Sedangkan harga energi surya ada di kisaran 6 sen, maka akan terjadi penghematan langsung.

“Mungkin kita tidak melihat pembangkit VRE secara individual, tetapi kita bisa melihat pemanfaatan hybridnya secara sistem. Kita bisa memanfaatkan VRE ini untuk mengurangi biaya operasi, khususnya dari pembangkit-pembangkit gas yang kemudian bisa diturunkan volume pemakaiannya,” jelasnya.

Buku Panduan Optimasi Enjiniiring Desain untuk standardisasi pembangkit Hybrid VRE yang disusun Lemtera ITPLN ini memuat model desain pembangkit hybrid berbasis mesin reciprocating—seperti PLTD dan PLTMG—yang masih banyak digunakan di daerah 3T.

Selain panduan studi kelayakan itu, Lemtera ITPLN juga menyusun empat dokumen pendukung. Yakni: Panduan Desain Enjiniiring Pembangkit Hybrid VRE; Rujukan Desain Pembangkit Hybrid VRE; Studi Pemetaan Potensi Sumber VRE dan Pembangkit berbasis Reciprocating Engine; Modeling dan Simulasi Kelayakan Pembangkit Hybrid VRE serta Panduan Model Perhitungan Project Cost Estimate.

Rektor ITPLN, Prof. Iwa Garniwa menyebut kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di sektor energi terbarukan melonjak drastis dan harus diantisipasi melalui penguatan kompetensi dari sekarang.

“Harapan saya, acara ini menjadi bagian dari upaya kita menunjukkan dan membangun kompetensi EBT ke depan. Siapa yang siap menjadi ahli teknik hybrid pada renewable energy? ITPLN jawabannya,” kata Iwa.

Iwa mengungkapkan, kajian internal ITPLN menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga kerja untuk proyek EBT berskala nasional mencapai angka fantastis. Dalam 10 tahun ke depan, tegasnya, dibutuhkan 980.900 tenaga kompeten hanya untuk konstruksi atau proses pembangunan proyek EBT.

“Lalu butuh 62.000 tenaga terampil untuk operasi dan maintenance. Belum termasuk perencana, belum manufaktur yang juga berkembang,” ucapnya.

Menurutnya, angka itu menggambarkan besarnya tantangan sekaligus peluang bagi pendidikan tinggi, khususnya ITPLN dalam menyiapkan tenaga ahli yang relevan dengan percepatan transisi energi.

“Kami sangat konsen sebagai perguruan tinggi. Ini bagian dari upaya yang terus kami kembangkan agar benar-benar mampu menjadi pilar pembangunan transisi energi nasional,” kata Iwa.

Ia menegaskan, percepatan menuju energi bersih tidak akan berjalan tanpa kehadiran SDM terlatih, terlebih untuk teknologi hybrid yang kini menjadi standar baru dalam pengembangan EBT.***

Author: Humas