Kuliah Tamu ITPLN, Ardian Cholid Ajari Mahasiswa Cari Cuan di Bisnis Logistik Energi

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

JAKARTA — Biaya logistik di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Sejumlah faktor, mulai dari tantangan geografis hingga ketimpangan arus barang antarpulau, disebut sebagai penyebab utama mahalnya ongkos distribusi nasional.

 

Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Sinergi Solusi Utama, Ardian Cholid, dalam kuliah tamu bertajuk Unlocking The Logistics Business in the Energy Sector di Institut Teknologi PLN (ITPLN), Jakarta, Selasa (17/6/2025).

 

Ardian yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pos Logistik Indonesia itu menilai, masalah logistik nasional sudah berlangsung lama dan perlu strategi komprehensif lintas sektor.

“Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki tantangan konektivitas yang tidak mudah. Pengiriman barang antarwilayah masih sangat bergantung pada moda laut, dan ini memicu ketidakseimbangan arus barang antara barat dan timur,” ujar Ardian di hadapan mahasiswa dan civitas akademika ITPLN, Selasa, 17 Juni 2025.

 

Ardian menjelaskan, kapal-kapal logistik dari wilayah barat ke timur Indonesia kerap membawa muatan penuh. Namun, saat kembali, kapal-kapal tersebut sering dalam kondisi kosong. Situasi ini menyebabkan biaya logistik membengkak, sebab biaya operasional tetap berjalan meskipun kapasitas muatan tidak optimal.

 

Tak hanya soal ketimpangan arus barang, tingginya biaya bahan bakar, upah tenaga kerja, kemacetan di jalur darat, serta infrastruktur yang belum merata turut memperbesar ongkos logistik nasional.

 

“Jika tidak segera dibenahi, kondisi ini bisa terus menghambat daya saing industri, khususnya di sektor energi yang saat ini tengah berkembang pesat,” kata mantan direksi Icon Plus itu.

Masih di Bawah Singapura dan Malaysia

 

Berdasarkan data Logistics Performance Index (LPI) 2023 yang dirilis Bank Dunia, Indonesia menempati posisi ke-61 dari 139 negara dengan skor 3,0. Posisi ini masih tertinggal jauh dibandingkan Singapura di peringkat pertama dunia dengan skor 4,3. Di kawasan Asia, Indonesia bahkan berada di posisi ke-10, di bawah negara-negara seperti Tiongkok, Malaysia, dan Vietnam.

 

“Ini alarm penting bagi kita. Tanpa pembenahan logistik yang terintegrasi, kita akan sulit bersaing di pasar internasional,” ujar Ardian.

 

Menurut Outlook Industri Logistik Indonesia 2024, pasar logistik nasional saat ini didominasi sektor business-to-business (B2B) yang menguasai 68,6 persen dari total pasar senilai Rp 4.490 triliun. Sementara di sektor energi, peluang pasar logistik masih terbuka lebar, terutama di segmen pengangkutan barang berat dan penanganan khusus.

 

Pemerintah saat ini menargetkan biaya logistik nasional bisa ditekan hingga 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2045. Saat ini, angka tersebut masih berada di kisaran 14,29 persen dari PDB.

“Industri logistik ini kuncinya adalah kecepatan, ketepatan, dan efisiensi. Tanpa itu, sektor energi maupun manufaktur akan kesulitan berkembang,” tutup Ardian.

 

Wakil Dekan Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi (FTBE) ITPLN, Arief Suardi, menyambut positif kehadiran Ardian dalam kuliah tamu tersebut. Menurut Arief, kegiatan ini menjadi kesempatan berharga bagi mahasiswa untuk memahami langsung dinamika industri logistik, khususnya di sektor energi.

 

Hal ini sejalan dengan kurikulum ITPLN yang konsisten menerapkan sistem pembelajaran model 4-4-2. Yakni, 40 persen porsi pembelajaran berupa teori di kelas, 40 persen studi kasus dan proyek, serta 20 persen berasal dari dunia industri melalui guest lecture dari praktisi dan asosiasi,

 

“Ini sejalan dengan spirit kurikulum kami, di mana 20 persen materi diisi langsung oleh praktisi industri. Saya berharap, mahasiswa bisa menyerap pengalaman berharga ini, bahkan kelak bisa berkarier di perusahaan seperti PT Sinergi Solusi Utama,” kata Arief.***

 

Author: Humas