Gandeng Dirjen KI, ITPLN Ingin Lindungi Kekayaan Intelektual Karya Civitas Akademika

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

JAKARTA — Institut Teknologi PLNPLN (ITPLN) meneken nota kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI di kampus ITPLNITPLN Jakarta terkait perlindungan hak kekayaan intelektual bagi perguruan tinggi. Kerja sama itu ditandatangani langsung Rektor ITPLN, Prof. Iwa Garniwa dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum RI, Razilu.

Rektor ITPLN, Prof. Iwa Garniwa, menyebut kolaborasi itu menjadi tonggak penting bagi perguruan tinggi yang selama ini fokus pada riset di bidang ketenagalistrikan, energi terbarukan, dan teknologi informasi.

“Hak Kekayaan Intelektual adalah instrumen penting untuk melindungi dan mengakui karya inovatif civitas akademika kami. Dengan kerja sama ini, ide, penelitian, hingga karya mahasiswa dan dosen bisa benar-benar memiliki nilai tambah dan daya saing,” ujar Iwa di kampus ITPLN Jakarta, Selasa, 30 September 2025.

Menurut Iwa, kesepakatan tersebut sejalan dengan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi, mulai dari pengayaan kurikulum lewat pendidikan HKI, peningkatan kualitas penelitian yang terlindungi hukum, hingga pengabdian masyarakat melalui edukasi kesadaran hukum.

Acara penandatanganan turut dihadiri jajaran pejabat eselon II, di antaranya Direktur Kerja Sama Pemberdayaan dan Edukasi, Yasmon; Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Hermansyah Siregar, serta Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang Sri Lastami. Perlu diketahui, setiap karya inovasi ITPLN bisa diakses melalui laman resmi www.itpln.ac.id.

“Kami berharap kerja sama ini bisa melahirkan semakin banyak karya yang tidak hanya bermanfaat secara akademik, tapi juga berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional,” kata Iwa.

Dalam kesempatan itu, Dirjen KI Kementerian Hukum dan HAM, Razilu memberikan kuliah umum kepada ratusan mahasiswa, dosen dan peneliti di kampus ITPLN. Dia menegaskan pentingnya perguruan tinggi menjadi motor penggerak ekosistem kekayaan intelektual (KI) nasional.

 

Kampus jadi Pusat Riset dan Inovasi

Menurutnya, perguruan tinggi tidak hanya berperan sebagai pusat riset dan inovasi, tetapi juga produsen karya yang bisa dilindungi sekaligus dikomersialisasikan.

“Ekosistem kekayaan intelektual itu ibarat sistem terintegrasi. Ada tiga pilar: kreasi, pelindungan, dan utilisasi. Kreasi lahir dari kampus dan insan kreatif. Pelindungan ada di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sementara utilisasi dan komersialisasi berada di industri, termasuk penegakan hukumnya,” kata Razilu.

Diakuinya, ITPLN tercatat telah mengajukan 130 permohonan kekayaan intelektual (KI) sepanjang satu dekade terakhir, periode 2015–2024. Dari jumlah tersebut, 117 permohonan berupa hak cipta, 9 paten, dan 4 merek. Melalui perlindungan KI, tegasnya, perguruan tinggi dapat meningkatkan reputasi, daya saing, serta mendorong budaya riset dan inovasi.

Selain itu, lanjutnya, pemanfaatan KI berpotensi memberi alternatif pendapatan lewat komersialisasi, berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional, serta menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat. Razilu menjelaskan, tujuan utama ekosistem KI adalah menciptakan lingkungan kondusif bagi lahirnya inovasi yang berdampak luas.

“Karakteristik ekosistem yang inovatif itu dinamis, kolaboratif, adaptif, berkelanjutan, dan berorientasi pada dampak. Masyarakat harus bisa merasakan hasilnya,” katanya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, pemerintah mendorong kampus-kampus memperbanyak paten sebagai aset strategis bangsa.

“Keluhan dari para inventor, biasanya paten sudah ada tapi belum dimanfaatkan industri. Di sinilah peran pemerintah untuk menggunakan hasil riset kampus. Belanja terbesar negeri ini ada di pemerintah. Contohnya paten karya inovasi ITPLN, produknya bisa langsung dipakai oleh PLN atau industri energi lain,” ungkap Razilu.

Untuk memperkuat ekosistem KI di perguruan tinggi, Razilu menawarkan sejumlah strategi. Pertama, penguatan komitmen dan kepemimpinan dengan memasukkan pengembangan KI dalam visi-misi universitas serta menyiapkan anggaran memadai. Kedua, penyusunan kebijakan KI yang komprehensif dan disosialisasikan secara masif. Ketiga, pembentukan atau penguatan sentra KI sebagai pusat layanan.

“Kesadaran dan kapasitas SDM juga kunci. Jangan sampai sentra KI mati suri hanya karena pergantian kepala. Semua sivitas akademika harus memahami kekayaan intelektual sejak dini, bahkan sejak mahasiswa baru masuk kuliah,” tegas Razilu.

Razilu menekankan, pengelolaan KI bukan sekadar administrasi, tetapi jalan menuju kemandirian bangsa. “Kalau riset berhenti di publikasi, nilainya sebatas angka. Tapi kalau jadi kekayaan intelektual, bisa jadi harta karun bagi kampus dan negara,” tegasnya.***

Author: Humas