Teknologi Penyimpanan vs Intermitensi Energi Terbarukan

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

Oleh: Dr. Eng. Marwan Rosyadi, ST., MT.

Direktur Pusat Kajian Advance Energy and Power System Solution Center (AEPS2 Center) Institut Teknologi PLN (ITPLN)

 

Di tengah euforia transisi energi, ada satu kenyataan yang sering terlewat dari perbincangan publik: energi terbarukan tidak selalu hadir saat kita membutuhkannya. Matahari tidak bersinar 24 jam, angin tak bertiup sesuai jadwal. Intermitensi inilah yang diam-diam menjadi “hantu teknis” di balik ambisi besar menuju bauran energi hijau.

Dalam sistem tenaga listrik, fluktuasi sekecil apa pun berarti ancaman nyata. Grid harus menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan setiap detik. Ketika produksi surya turun mendadak akibat awan tebal atau turbin angin melambat karena angin mereda, frekuensi dan tegangan dapat bergeser. Tanpa kompensasi cepat, stabilitas sistem bisa terguncang.

Masalah ini bukan sekadar teknis. Ia adalah soal kesiapan infrastruktur, investasi, dan strategi besar energi nasional.

Ketika Penyimpanan Energi Jadi “Pahlawan yang Terlambat Dikenal”

Di sinilah teknologi penyimpanan energi memainkan peran krusial. Baterai skala besar (BESS), pumped hydro, hingga teknologi penyimpanan alternatif lainnya diperlukan untuk menyerap kelebihan produksi saat energi berlimpah, lalu mendistribusikannya kembali ketika produksi menurun.

Tanpa penyimpanan, energi terbarukan ibarat mobil tanpa rem tangan: bisa melaju kencang, tapi mudah tergelincir saat kondisi berubah.

Namun penyimpanan saja tak cukup. Sistem harus lebih fleksibel. Pembangkit konvensional perlu mampu ramping lebih cepat, smart grid harus memberi visibilitas dan respons real-time, dan program demand response perlu membuat beban lebih “pintar” dalam menyesuaikan diri terhadap ketersediaan energi.

 

Beban Infrastruktur yang Tak Bisa Lagi Ditunda

Indonesia masih bergulat dengan keterbatasan sistem proteksi, teknologi kontrol inverter, hingga kapasitas cadangan operasi. Integrasi energi terbarukan membutuhkan fondasi baru: prediksi cuaca yang presisi, forecasting keluaran PLTS/PLTB, serta modernisasi jaringan dari hulu ke hilir.

Advanced Distribution Management System (ADMS) dan inverter grid-forming bukan lagi sekadar inovasi—mereka adalah syarat wajib untuk menjaga denyut nadi kelistrikan tetap stabil di tengah penetrasi energi terbarukan yang terus naik.

Investasi ini memang besar. Namun tanpa itu, transisi energi hanya akan melahirkan sistem yang rapuh dan mahal secara jangka panjang.

Sistem listrik masa depan bukan lagi soal pembangkit besar yang mendominasi. Ia adalah orkestrasi antara pembangkit konvensional, energi terbarukan terdistribusi (DER), sistem penyimpanan, dan perangkat kontrol cerdas.

Setiap komponen memiliki karakteristik respon berbeda. Tanpa koordinasi operasi yang solid, stabilitas jangka panjang akan sulit dijaga.

Untuk menjawab tantangan ini, AEPS2 Center ITPLN mengembangkan sejumlah solusi komprehensif:

 

1. Desain Teknologi Penyimpanan Energi

Pengembangan BESS dan teknologi penyimpanan lain untuk meredam intermitensi dan menyediakan layanan ancillary secara stabil.

2. Perencanaan Sistem Tenaga yang Fleksibel dan Andal

Arsitektur jaringan modern berbasis smart grid, demand response, serta kontrol inverter canggih seperti grid-forming.

3. Perencanaan Energi Terintegrasi

Optimasi investasi dan ekspansi jaringan agar penetrasi energi terbarukan dapat meningkat tanpa membebani biaya sistem.

4. Desain Teknologi Konversi Daya Lanjutan

Pengembangan converter modern (VSC, MMC, back-to-back) untuk integrasi energi terbarukan, interkoneksi jaringan, hingga industri dan kelautan.

5. Advisory, Pelatihan & Standardisasi

Dukungan teknis, penyusunan standar, serta penguatan kapasitas SDM untuk menjawab kebutuhan industri energi masa depan.

 

Transisi Energi Bukan Hanya Surya dan Bayu

Transisi energi adalah transformasi sistem tenaga secara menyeluruh—bukan hanya menambah kapasitas PLTS atau PLTB. Ia menuntut modernisasi grid, strategi penyimpanan yang matang, serta kolaborasi antara teknologi dan kebijakan.

Intermitensi bukan alasan untuk menunda energi terbarukan. Namun ia adalah peringatan bahwa transisi harus disiapkan dengan presisi.

Agar energi bersih tidak hanya bersih secara ide, tetapi juga andal secara sistem.***

Author: Humas