Jadi Lulusan Terbaik Berkat Beasiswa YPK PLN, Kisah Fitto Martcellindo Sempat Terpuruk

  • Comments: 0
  • Posted by: Humas

Di sudut gedung megah, Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur yang dipenuhi toga hitam dan wajah-wajah lega, nama Fitto Martcellindo dipanggil lantang. Wisudawan Institut Teknologi PLN (ITPLN) itu melangkah mantap ke panggung—bukan hanya sebagai lulusan, tapi Wisudawan Berprestasi yang tengah bersiap memasuki babak baru sebagai kandidat pegawai PT PLN (Persero).

Namun bagi Fitto, panggung itu bukan sekadar prosesi. Itu adalah jarak paling dekat yang pernah ia capai dengan mimpinya—jarak yang ditempuh lewat jalan berliku, penuh pengorbanan, dan keputusan-keputusan besar yang harus dibayar mahal.

“Awalnya, saya nggak mau masuk ITPLN, saya sudah dapat beasiswa di Bandar Lampung. Tapi orang tua ingin saya kuliah di luar Pulau. Saya heran, karena ayah dan ibu sudah nggak bekerja,” ujar Fitto membuka kisahnya dengan suara yang seolah masih bergetar ketika mengenangnya.

Pada akhirnya, alasan itu terjawab dengan cara yang naif sekaligus menyayat: Ayahnya menjual mobil terakhir yang ia punya—hasil 30 tahun bekerja—demi satu hal: pendidikan anaknya.

Langkah itu menjadi titik balik. Sebuah penegasan bahwa perjuangan keluarga sederhana dari Lampung ini tidak boleh berakhir sebelum Fitto menjajal mimpi yang lebih tinggi.

 

Sempat Gagal Bayar Kuliah

Memasuki semester tiga, keadaan kembali menghimpit. Dia pun memberanikan diri untuk mengirimkan pesan langsung ke Rektor dan bagian keuangan untuk meminta keringanan. Namun alur cerita yang sempat terasa buntu itu tiba-tiba berbelok.

Fitto memenangkan lomba pidato virtual tentang isu KDRT dan meraih Juara 1 tingkat nasional. Dari sanalah beasiswa YPK PLN mengalir, menyelamatkan kuliahnya tepat pada detik krusial.

“Tapi Alhamdulillah Allah berkata lain, saya mendapat beasiswa dari YPK PLN. Berkat prestasi saya yaitu lomba pidato, itu prestasi pertama saya di YPK PLN, lomba pidato virtual terkait kekerasan pada rumah tangga. Saya di Universitas Ahmad Dalan, saya mendapat juara satu di sana,” kata pria kelahiran Bandar Lampung, 26 Maret 2002 ini.

Dukungan dari YPK PLN membuat dirinya banting setir. Dia berkomitmen untuk memberikan yang terbaik, mendulang prestasi di kampus transisi energi itu. Fitto pun melepas semua pekerjaan freelancenya, baik sebagai ojek online maupun lainnya.

Selama aktif di kampus, Fitto pun fokus kepada penelitian agar bisa membantu kedua orang tuanya dengan menjadi student worker atau magang berbayar di ITPLN. Dia pun banyak menggali riset, baik terkait muscle learning, software development, dan semacamnya.

“Terima kasih YPK PLN telah bisa membantu saya dalam ikut berkuliah di sini. Menyelesaikan mimpi saya, mimpi membangun, mengangkat derajat kedua orang tua saya,” imbuhnya.

 

Sarjana Satu-satunya

Fitto lahir sebuah keluarga sederhana yang seluruh anggotanya hanya menamatkan pendidikan sampai SMA. Namun, Fitto memilih jalur berbeda. Ia menjadi satu-satunya yang melangkah ke bangku kuliah. Masuk menjadi keluarga besar ITPLN selama 8 semester.

Keputusannya tidak lahir dari kemudahan. Ia masuk dunia informatika tanpa dasar apa pun. Mengetik sepuluh jari pun belum bisa. Namun tekadnya satu: menyusul teman-teman yang jauh lebih siap. Selama sebulan penuh, layar laptop menjadi pusat hidupnya.

Hasilnya tidak main-main. Di akhir studinya, putra dari Sumaryanto dan Endang Purwati menjadi Top 5 International Paper di Malaysia dengan riset blockchain untuk memonitor rantai pasok dan memprediksi harga bahan pokok.

Prestasi itu menjadi persembahan terakhirnya sebagai mahasiswa— hingga akhirnya menjadi wisudaqan berprestasi. Predikat ini yang mengantarkan dirinya menuju Golden Ticket menjadi pegawai PLN sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.***

Author: Humas