JAKARTA — Sekretaris Jenderal Global Institute for Nuclear Energy and Sustainable Technology (GINEST) Institut Teknologi PLN (ITPLN), Nadia Paramita mengungkapkan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) nuklir di Indonesia semakin besar seiring rencana pembangunan tiga hingga empat fasilitas nuklir pada 2045.
Hal ini dia sampaikan saat Forum-Dialogue of Women of High-Tech Industries of Russia and Indonesia bersama pembica internasional lainnya di Auditorium BRIN, Tangerang Selatan. Dalam acara bertemakan “Cooperation for Sustainable Development of Industry and Technology” itu, Nadia menjelaskan kebutuhan SDM nuklir mencapai hingga 6.000 tenaga ahli baru.
“Kita masih memiliki banyak persoalan dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Bukan hanya soal teknis, tapi juga keamanan, sosial, ekonomi, hingga medis. Karena itu kolaborasi lintas sektor menjadi keharusan,” ujar Nadia di Jakarta, Rabu, 5 November 2025.
Menurut dia, kompetensi yang dibutuhkan dalam pengembangan nuklir di masa depan tidak terbatas pada ilmu teknologi nuklir.
“SDM nuklir harus memahami sains, regulasi, manajemen kelembagaan, komunikasi publik, hingga etika profesional. Kolaborasi transdisiplin dengan bidang energi terbarukan, kebijakan energi, dan ekonomi energi juga sangat penting,” kata perempuan berkerudung itu.
ITPLN, lanjut Nadia, telah menyiapkan ekosistem pendidikan nuklir melalui kurikulum, pusat penelitian, serta berbagai aktivitas mahasiswa. Kampus tersebut memiliki Global Institute for Nuclear Energy and Sustainable Development, dengan ruang lingkup penelitian, pendidikan, pelatihan, kebijakan, hingga kerja sama industri dan pemerintah.
“Kami sudah melakukan banyak kolaborasi, termasuk dengan Rosatom di sejumlah kota. Mahasiswa juga kami dorong untuk aktif berbagi pengetahuan, termasuk pemberdayaan perempuan muda di sektor nuklir,” ungkap Nadia.
Ia menutup paparannya dengan penekanan peran perempuan dalam inovasi nuklir. “Di balik setiap inovasi nuklir yang bermakna, selalu ada perempuan yang percaya bahwa pengetahuan bisa mengubah dunia. Mari kita mengubah dunia bersama,” tutur Nadia.
Acara yang diselenggarakan oleh Rosatom, BRIN, dan jaringan perempuan profesional teknologi lainnya itu dihadiri perwakilan dari Turki, Filipina, Ghana, mesir, Tunisia, Belarus, rusia, hingga Kirgizstan.
Mereka akan membahas penguatan kapasitas perempuan di sektor industri berteknologi tinggi serta peluang pengembangan teknologi berkelanjutan. ***
